Ketua Aliansi Kearifan Lokal Indonesia (AKLI) Lampung Selatan, Dadan Hutari, menyerukan penindakan tegas terhadap aksi pengibaran bendera One Piece di Tanah Air.

oleh -119 Dilihat

LAMSEL,sergap88.com–Ketua Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) GML, Saepunnaim atau yang akrab disapa Kang Ayi, bersama Ketua Aliansi Kearifan Lokal Indonesia (AKLI) Lampung Selatan, Dadan Hutari, menyerukan penindakan tegas terhadap aksi pengibaran bendera One Piece di Tanah Air.

Keduanya menilai pengibaran simbol dari serial fiksi Jepang itu sebagai tindakan yang tidak pantas, apalagi jika dilakukan bersamaan atau di bawah bendera Merah Putih. Kang Ayi bahkan menyebut bendera tersebut sebagai simbol gerombolan dan pemberontakan, yang bagi dirinya memiliki trauma sejarah yang mendalam.

“Bendera One Piece itu bagi saya simbol pemberontakan! Emak saya yatim karena kakek saya dibunuh gerombolan. Ini bukan soal anime, ini soal luka sejarah,” tegas Kang Ayi.

Ia mendesak aparat penegak hukum, khususnya kepolisian, untuk bertindak tegas terhadap individu atau kelompok yang mengibarkan bendera tersebut, terutama dalam momentum kemerdekaan yang sakral.

Meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan dasar hukum tertentu, Kang Ayi mengingatkan bahwa negara memiliki banyak instrumen hukum untuk menindak jika ada niat serius.

“Dasar hukumnya? Alah, banyak undang-undang darurat! Yang penting niat, hukum bisa jalan!” katanya lantang.

Sementara itu, Dadan Hutari dari AKLI menyuarakan dukungan penuh terhadap seruan Kang Ayi. Ia menilai pengibaran bendera asing, terutama yang merendahkan simbol negara, bukan hanya pelanggaran etika nasionalisme, tetapi juga berpotensi menimbulkan gangguan keamanan publik.

“Kami minta penegakan hukum tegas! Ini bukan sekadar soal simbol, ini menyangkut harga diri bangsa,” tegas Dadan.

Secara hukum, pengibaran bendera asing atau simbol non-resmi di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Pasal 24 secara tegas melarang pengibaran bendera asing yang sejajar atau lebih tinggi dari Merah Putih.

Jika pengibaran simbol seperti bendera One Piece dianggap mengganggu ketertiban umum atau berkaitan dengan ideologi separatis, aparat dapat menggunakan Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, atau Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme sebagai dasar penindakan.

Pernyataan ini memicu perdebatan di media sosial. Sebagian warganet mendukung langkah Kang Ayi dan Dadan atas nama nasionalisme dan trauma sejarah, sementara yang lain menganggapnya sebagai reaksi berlebihan terhadap simbol fiksi yang tidak secara eksplisit bermuatan ideologi.

Namun bagi Kang Ayi, ini bukan sekadar soal visual, tapi soal luka yang diwariskan dari sejarah.

“Mereka harus belajar dari emak saya. Bendera itu bagi kami simbol pengkhianatan,” tutupnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *